Semakin Tinggi Semakin Sederhana

Semakin tinggi semakin sederhana

Gerakan hidup sederhana perlu terus digaungkan.
Bila kita terus menerus bangga dengan barang mewah, bermerek. Bila Kagum, hormat, salut, menjilat dengan orang yg pakai barang mewah. Jangan salahkan ada orang berusaha cari cara biar punya uang untuk beli barang mewah. Apapun caranya. Korupsi, menipu dll. Seseorang korupsi bukan ujug ujug korupsi. Mata rantainya panjang. Kita punya andil juga disini.

Belajar dari kearifan lokal. Hukuman sosial, pantangan sosial, harga diri, kehormatan. Itu sangat kuat membentuk pribadi.
Perlu digalakan lagi opini.
Semakin kaya seseorang harus semakin sederhana. Semakin tinggi seseorang harus semakin sederhana. Semakin berilmu seseorang harus semakin sederhana.
Hidup sederhana. Sesuai kemampuan. Ini yang diajarkan agama.

Ini konsekuensi nya jadi kaya, jadi terkenal, jadi pejabat.

Ajaran seperti ini pasti tidak laku. Sedikit yg mau. Wajar.
Karena kita fitrahnya ingin kemewahan, kebesaran. Semua ingin. Saya, anda ingin. Apalagi di jaman sosmed ini.
Tapi Dalam sejarah Islam ajaran diatas telah dilakukan.

Para sahabat Nabi Saw yang pada akhir hayat mereka dalam keadaan kaya raya. Hidupnya sederhana.

Ibn Khaldun (1332-1406 M) dalam kitabnya al-Muqaddimah mengutip al-Mas’udi, sejarawan Arab klasik yang wafat tahun 956 M:

Pada saat Sayidina Ustman, khalifah ketiga, wafat terbunuh, beliau memiliki sejumlah properti yang bernilai 200 ribu dinar, serta sejumlah unta dan kuda.

Az-Zubair: memilki 50 ribu dinar, seribu kuda dan seribu budak. Beliau juga membangun rumah di Bashrah, Mesir, Kufah dan Alexandria.

Thalhah: perputaran uang yang dimilikinya seribu dinar setiap hari dari usaha di Iraq, dan lebih lagi dari as-Sirrah (Yaman). Beliau juga membangun rumah di Kufah, merenovasi rumah di Madinah dengan plester, batu bata dan kayu berlapis (sesuatu yang sangat mewah saat itu)

Abdurrahman bin Auf punya seribu ekor kuda, seribu unta, ribuan kambing dan seperempat harta warisannya mencapai 84 ribu dinar.

Zaid bin Tsabit memiliki harta warisan emas dan perak yg begitu banyaknya sehingga harus dipecah dengan kapak, selain tanah dan uang 100 ribu dinar.

Sa’d bib Abi Waqash membangun rinah dengan batu akik, rumahnya bertingkat dan luas halamannya.

Al-Miqdad juga membangun rumah mewah yang diplester di Madinah.

Ibn Khaldun memberi komentar bahwa harta mereka itu didapatkan dengan cara yang halal, berasal dari ghanimah dan fai’. Dan para sahabat Nabi di atas tidak berprilaku berlebihan dalam membelanjakan harta mereka, bahkan mereka tetap hidup dengan sederhana.

Kita harus terus menggaungkan ini.