KEPERCAYAAN:
Tahap Awal Donatur Memilih Lembaga Amil Zakat
Penulis : Hendra Setiawan
Mahasiswa Magister Ekonomi Institut Agama Islam SEBI
Konsentrasi Islamic Sosial Finance
Ada teman yang setiap tahun menitipkan zakatnya kepada satu lembaga. Beliau hanya menitipkan ke lembaga itu saja. Tidak menyalurkan secara langsung ke mustahik, juga tidak memberikan ke lembaga zakat lain. Ketika ditanya, apa penyebabnya beliau terus menerus menitipkan zakatnya hanya kepada satu lembaga. Beliau menjawab, karena percaya. Percaya lembaga itu amanah dan akan menyalurkan kepada yang benar benar membutuhkan. Dari cerita ini kepercayaan menjadi hal yang utama bagi muzaki memilih lembaga zakat.
Zakat memiliki peran strategis dalam menggerakkan ekonomi umat dan mengurangi kesenjangan sosial. Potensi besar yang dimiliki zakat di Indonesia hingga saat ini belum digali secara optimal. Salah satu penyebabnya terletak pada rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat. Kepercayaan merupakan fondasi yang menentukan kesediaan seseorang untuk menyerahkan sebagian hartanya melalui lembaga resmi. Tanpa adanya keyakinan bahwa dana tersebut akan dikelola secara akuntabel dan disalurkan kepada yang berhak, masyarakat cenderung memilih untuk menyalurkan zakat secara langsung.
Studi yang dilakukan di Latief dkk (2002) dan Qutaiba (2024) menemukan bahwa Lembaga Amil Zakat/LAZ banyak yang tidak memberikan laporan keuangan secara berkala. Hasil penelitian mereka juga menunjukkan Website LAZ tidak dikelola dengan optimal, dan media sosial belum menjadi sarana komunikasi yang efektif. Dari data laporan yang diberikan di website, lembaga tersebut tidak memiliki Satuan Audit Internal yang seharusnya berfungsi sebagai pengawas internal. Hanya sebagian kecil yang menyajikan laporan keuangan secara lengkap dan teraudit. Sebanyak sebelas lembaga bahkan sama sekali tidak menyediakan informasi keuangan kepada publik. Kondisi-kondisi ini semakin memperkuat ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat. Dampak dari buruknya tata kelola ini langsung terasa pada menurunnya kepercayaan masyarakat. Akibatnya berkurangnya minat masyarakat untuk menyalurkan zakat melalui lembaga resmi.
Membangun kepercayaan adalah hal yang penting. Tanpa ada rasa percaya tidak akan terjadi transaksi. Teori kepercayaan menjelaskan bahwa seseorang hanya akan bersedia menyerahkan sesuatu yang berharga ketika memiliki keyakinan bahwa pihak penerima akan bertindak sesuai dengan harapan. Dalam konteks zakat, keyakinan ini hanya bisa tumbuh ketika lembaga pengelola mampu menunjukkan kinerja yang transparan dan akuntabel.
Ketika muzaki ingin membayar zakat, yang dilihat pertama apakah Lembaga itu bisa dipercaya atau tidak. Kepercayaan merupakan hal penting dalam keputusan seseorang untuk berzakat. Transaksi zakat akan terjadi apabila masing-masing saling mempercayai. Kepercayaan ini tidak begitu saja dapat diakui oleh pihak lain, melainkan harus dibangun mulai dari awal dan dapat dibuktikan.
Kepercayaan adalah kemampuan membangun hubungan dengan melibatkan dua pihak dengan disertai pernyataan antara kedua belah pihak yang terlibat dalam suatu hubungan. Salah satu pihak dianggap berperan sebagai controlling assets (memiliki sumber-sumber, pengetahuan) sementara pihak lainnya menilai bahwa berbagi penggunaan sumber-sumber tersebut dalam suatu ikatan akan memberikan manfaat. Keyakinan pihak yang satu terhadap pihak yang lain akan menimbulkan perilaku interaktif yang akan memperkuat hubungan dan membantu mempertahankan hubungan tersebut. Perilaku tersebut akan meningkatkan lamanya hubungan dengan memperkuat komitmen di dalam hubungan. Kepercayaan akan menjadi komponen yang bernilai untuk menciptakan hubungan yang sukses. Kepercayaan tersebut juga mengurangi risiko dalam bermitra dan membangun hubungan jangka panjang serta meningkatkan komitmen dalam berhubungan. (Rusdin, 2007)
Menurut Mayer, Davis, dan Schoorman (2007) faktor yang membentuk kepercayaan ada tiga, yaitu : kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity). Tiga hal ini menjadi dasar penting untuk membangun kepercayaan seseorang agar dapat mempercayai suatu media, transaksi, atau komitmen tertentu. Dalam hubungannya dengan lembaga amil zakat/LAZ. Ketiga hal itu bisa dijelaskan sebagai berikut :
a. Kemampuan (Ability), Kemampuan mengacu pada kompetensi dan karakteristik Lembaga Amil Zakat/LAZ dalam mempengaruhi dan mengotorisasi wilayah yang spesifik. Dalam hal ini, bagaimana LAZ mampu menyediakan, melayani, sampai mengamankan transaksi dari gangguan pihak lain. Donatur/muzaki memperoleh jaminan kepuasan dan keamanan dalam melakukan transaksi.
b. Kebaikan hati (Benevolence), Kebaikan hati merupakan kemauan donatur dalam memberikan kepuasan yang saling menguntungkan. LAZ bukan semata-mata mengejar jumlah donasi maksimum semata, melainkan juga memiliki perhatian yang besar dalam mewujudkan kepuasan donatur.
c. Integritas (Integrity), Integritas berkaitan dengan bagaimana perilaku atau kebiasaan LAZ dalam menjalankan lembaganya. Informasi yang diberikan kepada donatur apakah benar sesuai dengan fakta atau tidak. Laporan penyaluran apakah dapat dipercaya atau tidak.
Berdasarkan penjelasan diatas, membangun kembali kepercayaan masyarakat memerlukan langkah strategis dan komitmen yang kuat. Terus menerus tidak berhenti. Perlu kesabaran, ketelatenan, dan perawatan konsisten sebelum akhirnya masyarakat bersedia menitipkan amanah harta mereka. Proses ini dimulai dari pengakuan bahwa kepercayaan harus diraih melalui bukti nyata dan transparansi.
Langkah adalah membangun kultur keterbukaan total. Donatur berhak mengetahui setiap tahapan perjalanan dana mereka, sejak dari kotak infaq hingga sampai ke tangan mustahik. Lembaga zakat perlu menghadirkan pengalaman seperti kaca transparan di mana setiap rupiah dapat dilacak dengan mudah melalui laporan keuangan real-time yang dapat diakses kapan saja. Tak sekadar angka-angka kering, laporan ini perlu disajikan dengan bahasa yang manusiawi, dilengkapi cerita-cerita transformatif yang menyentuh hati. Audit syariah dan audit keuangan oleh LAZ perlu setiap tahun diadakan. Hasilnya disampaikan secara terbuka di website. Tidak ada yang ditutupi.
Kredibilitas kelembagaan menjadi pilar yang tak boleh diabaikan. Lembaga zakat sukarela membuka diri diawasi oleh pihak independen yang kompeten, dewan pengawas syariah yang dihormati, dan lembaga audit. Pengawasan ini bukan sekadar formalitas, melainkan komitmen nyata untuk memastikan setiap prosedur sesuai syariat dan standar akuntansi modern. Ketika hasil audit dipublikasikan secara berkala dengan segala kejujurannya, termasuk mengakui kekurangan jika ada, justru hal ini akan memperkuat citra lembaga sebagai organisasi yang rendah hati dan berintegritas.
Komunikasi yang hangat dan personal menjadi perekat hubungan dengan donatur. Lembaga zakat perlu hadir bukan sebagai menara gading yang hanya meminta dana, melainkan sebagai sahabat seiman yang peduli. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, setiap donatur dapat menerima update berkala tentang program yang mereka dukung, lengkap dengan foto, video, dan cerita singkat yang autentik. Ketika donatur merasa dihargai dan dilibatkan dalam perjalanan amal mereka, ikatan emosional pun terbentuk. Mereka bukan lagi sekadar sumber dana, melainkan mitra dalam menebar kebaikan.
Perlu konsistensi dalam menjaga reputasi. Kepercayaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap karena satu kelalaian. Karena itu, lembaga zakat harus menanamkan budaya amanah pada setiap jajaran organisasi. Setiap prosedur harus terdokumentasi rapi, setiap pertanggungjawaban harus jelas, dan setiap keluhan donatur harus ditanggapi dengan serius.
Bagaimana orang dalam cerita diawal percaya ke lembaga itu. Bagaimana lembaga itu mampu membangun kepercayaan muzaki. Semua itu tidak bisa dibangun dalam waktu singkat. Diperlukan konsistensi dan komitmen jangka panjang LAZ untuk membangun sistem yang terbuka, akuntabel, dan berintegritas. Hanya dengan pondasi kepercayaan yang kokoh, orang mau menitipkan zakatnya kepada lembaga zakat. Masyarakat akan dengan sukarela menyalurkan zakatnya ketika mereka yakin bahwa setiap rupiah akan dikelola dengan amanah dan disalurkan kepada yang benar-benar membutuhkan.





