Bisnis Berlabel Agama: Perspektif Hendra Setiawan

Dalam dunia bisnis yang semakin dinamis, banyak orang tertarik untuk menggabungkan nilai-nilai agama dalam usaha mereka. Menurut Hendra Setiawan, calon anggota DPR-RI Bandung Cimahi, bisnis dengan label agama bukanlah perkara yang mudah. Beliau menyoroti bahwa ini adalah langkah yang hanya bisa diambil oleh orang-orang yang memiliki kekuatan dan keteguhan hati.

Dalam pandangan Hendra Setiawan, bisnis dengan nilai agama bukan sekedar masalah semangat yang berkobar-kobar, tetapi juga memerlukan pemahaman yang mendalam. Modal semangat saja tidak cukup; pengetahuan yang memadai menjadi dasar yang tidak bisa diabaikan. Selain itu, aspek keikhlasan harus senantiasa dijaga. Beliau menyarankan, jika tidak mampu memenuhi ketiga aspek ini, lebih baik untuk tidak terjun ke dalam bisnis dengan label agama.

Dalam ajaran Islam, bisnis masuk dalam ranah muamalah yang pada prinsipnya halal dan boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Namun, ketika aspek agama diterapkan secara nyata, seperti label “syariat” atau elemen-elemen keagamaan lainnya, justru ada kerumitan yang muncul. Aspek-aspek yang lebih mendalam dalam beragama, seperti aqidah (keyakinan), akhlak (moralitas), dan ibadah (hubungan dengan Tuhan) akan terhubung erat dengan bisnis tersebut.

Hendra Setiawan mengakui bahwa sangat sulit mempertahankan dan menerapkan ketiga aspek ini secara konsisten dalam konteks bisnis. Terkadang, ketidakcakapan dalam menjalankan aspek muamalah bisnis bisa merusak citra dan kepercayaan, serta mengarah pada kekecewaan pelanggan.

Hendra Setiawan mengajak untuk tidak hanya mempertimbangkan keberhasilan dunia semata, tetapi juga akhirat. Beliau menekankan bahwa mengorbankan aqidah, akhlak, dan ibadah hanya demi keberhasilan bisnis adalah langkah yang sangat beresiko. Karena pada akhirnya, tidak hanya keberhasilan di dunia yang dapat terganggu, tetapi juga hubungan dengan Allah.

Menghadapi tantangan ini, Hendra Setiawan mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan baik-baik sebelum memutuskan untuk berbisnis dengan label agama. Kesiapan dalam ilmu, keikhlasan, dan pengamalan agama adalah modal yang tak ternilai harganya. Dalam perspektifnya, dunia hanyalah sementara, sedangkan akhirat adalah tujuan yang hakiki.